Semakin besar luka dan perih dihati maka semakin besar pula
pengorbanan yang dibutuhkan. Cinta selalu membutuhkan pengorbanan untuk
menerima, memaafkan dan mengembalikan pada posisi semula, menerima orang
yang gagal seperti tidak pernah gagal sebelumnya. Cerita itu berawal
dari seorang ibu yang menerima telpon dari seorang perempuan dengan
mengatakan bahwa dirinya tidak lagi berhak atas suaminya. Setelah
merebut suaminya bahkan menteror dan menghancurkan hatinya. Kehancuran
hatinya justru bertekad untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan
anak-anaknya. Sebagai seorang ibu dan istri seolah mendapatkan kekuatan
yang begitu besar untuk tetap menjaga dan merawat anak-anaknya. Meski
hatinya pilu dan tercabik-cabik, ia tak ingin orang tuanya tahu apa yang
sedang terjadi di dalam rumah tangganya. Ditengah kesibukan mencari
nafkah dengan bekerja keras demi keberlangsungan hidup, ditengah
kesendirian dan perjuangan membesar anak-anaknya tidak membuat dirinya
menjauh dari Allah malah semakin mendekat diri kepada Allah memohon agar
mendapatkan kekuatan, kesabaran dan pertolonganNya.
Keyakinan
akan kekuatan doa itulah yang menyebabkan dirinya berkenan untuk hadir
ke Rumah Amalia. Tekadnya untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan
anak-anaknya merupakan impian indah yang sangat menjadi harapan, dengan
sedikit menyisihkan rizkinya untuk bershodaqoh berharap untuk mengharap
keridhaan Allah agar menjaga keutuhan rumah tangganya. Perih luka dan
pilu dihatinya tidak lagi bisa ditutupinya. Air matanya yang bening
mengalir. Anak-anaknya berlarian tak mengerti kegalauan hatinya. Hatinya
telah berserah sepenuhnya kepada Allah, apapun yang telah menjadi
ketetapan Allah, dirinya menerima dengan penuh syukur. 'Apapun yang
Allah telah tetapkan pada kami, ujian, cobaan adalah wujud kasih sayang
Allah kepada kami.' tutur beliau. 'Saya bersyukur dengan ujian dan
cobaan ini membuat saya dan anak-anak semakin mendekatkan diri kepada
Allah.' lanjutnya.
Sampai pada suatu hari, ditengah
kesibukannya menyelesaikan tugas kantornya tiba-tiba ada satu peristiwa
yang tidak pernah diduganya sama sekali, dering hapenya berbunyi.
Terdengar suara yang membuatnya terkejut tak percaya. 'Mah, maafin aku
ya..aku khilaf, sudah menyakiti hatimu.' Langsung saja mematikan
hapenya. Bagai tersambar petir disiang bolong, hati dan pikirannya
kacau, suara itu adalah suara suaminya yang sudah setahun telah
meninggalkan dirinya dan anak-anaknya. Beberapa menit kemudian hapenya
berdering kembali, mengenali betul bahwa itu adalah nomor yang sama,
sampai dering bunyi hapenya mati dengan sendirinya. Air matanya
mengalir. Hatinya dikuatkan ketika hapenya berbunyi kembali, dengan
bercampur baur semua perasaan ditumpahkan. 'Sebenarnya ayah mau apa?
Setahun sudah ayah terlantarkan istri dan anak-anakmu? Minta maafmu
tidak bisa menghilangkan rasa perih dihatiku dan derita anak-anakmu?
Kamu kejam Mas, Kejam!' Suara itu terdengar penuh dengan isak dan
tangis. Terdengar suara parau laki-laki menjawab. 'Mama, aku memang
salah. aku bertaubat mah. Aku menyesal. Beri kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan menjadi ayah dan suami yang baik.' Dihatinya perih
terluka, tidak ada sedikitpun tersimpan kebencian pada laki-laki yang
telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anak sekalipun telah disakiti
hatinya. Lama terdiam, akhirnya dia menjawab, 'Mas, pulanglah..aku dan
anak-anak merindukanmu.'
Malam itu juga suaminya pulang ke
rumah. melihat ayahnya yang berpeluh air mata. Ketiga anak-anaknya
segera mendekat dan tanpa disuruh mereka berpelukan dengan ayahnya,
menangis sejadi-jadinya. Ayahnya meminta kepada anak-anak dan istrinya
agar memaafkan dirinya. Dirinya berjanji akan lebih menyayangi keluarga
dan tidak akan pergi meninggalkan rumah lagi. Pernyataan sang ayah
begitu sangat tulus disambut dengan ledakan tangis ketiga anak-anaknya
dan isak tangis istrinya. Malam pun berlalu dengan rentetan permintaan
maaf dan peluk cium, yang saling mengasihi dan penuh kasih sayang.
Begitu indahnya, mereka tentang keluarga bahagia karena cinta selalu
membutuhkan pengorbanan.
'Ujian yang menimpa seseorang
pada keluarga, harta, jiwa, anak dan tetangganya bisa dihilangkan dengan
puasa, sholat, sedekah dan amar ma'ruf nahi mungkar.' (HR. Bukhari
& Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar